Kamis, 16 Mei 2013

Pembukaan UUD '45, Hanya cocok untuk Orang Islam, KONTRADIKTIF, dan Bahasanya sudah USANG!

Yang namanya keadilan itu bukan hanya milik pihak mayoritas, namun keadilan itu hak bagi seluruh rakyat. Bagaimana rupa "Keadilan"  di Indonesia?

Begini bunyi pembukaan UUD '45 negeri kita yang aman makmur sentausa gemah ripah loh jinawi ini:

"UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945

PEMBUKAAN

Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan peri-kemanusiaan dan peri-keadilan.
Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentausa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan Negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.
Atas berkat rakhmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya. Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang Undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam Permusyawatan/Perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia."

Di mana letak tulisan yang membuktikan naskah di atas hanya cocok untuk saudara-saudara mayoritas Muslim kita? Perhatikan tulisan yang saya bold dan saya underline. Total ada 4 kata / frase yang saya garisbawahi dan saya bold, yaitu:

  1. berkat = Berasal dari bahasa Arab yaitu Barokah, artinya sama dengan berkat.
  2. rakhmat = Berasal dari bahasa Arab, yaitu Rahmah/Rahmat dengan arti yang sama.
  3. Allah Yang Maha Kuasa = Ini adalah Tuhannya ummat Islam, bukan Tuhannya Kristen, apalagi Hindu, Budha dan Konghuccu. Padahal negeri kita banyak agama, tak dianggap sama sekali.
  4. Ketuhanan Yang Maha Esa = Hanya berlaku bagi muslim (Allah), Kristen (Yesus), saja. Hindu dan Konghuccu tidak pernah menghitung berapa Tuhannya / Dewanya

Sabtu, 11 Mei 2013

Pandangan saya Terhadap Sila-1 Pancasila

KETUHANAN YANG MAHA ESA
Begitu bunyi sila pertama dari dasar negara kita tercinta ini.
Banyak orang beranggapan, orang-orang yang ideologinya tidak sesuai dengan Pancasila sila-1 ini, berarti ia tak berhak tinggal di Indonesia.
Apakah Anda termasuk yang berpikir demikian?
Jika iya, silakan Anda pertimbangkan hal-hal berikut ini:

  1. Pancasila adalah hasil buatan kaum muslimin (memperhalus poin pertama PIAGAM JAKARTA yang ditentang umat agama lain), tentu saja sebagai mayoritas di Indonesia muslim memiliki keleluasaan menetapkan isi dasar negara ini daripada kaum minoritas. Sila pertama ini tentu saja harus sesuai dengan ideologi kaum muslimin yaitu Allahu Ahad (Allah hanya satu). Ini merupakan sikap sewenang-wenang muslim, merasa seolah-olah Indonesia hanya milik muslimin.
  2. Pancasila hanyalah buatan manusia yang bisa diubah oleh manusia sesuai keperluan. Bukan hal sakral seperti kitab suci. Jadi, bisa saja suatu saat sila-1 ini akan berubah.
  3. Umat Hindu & Konghuccu (2 agama resmi di Indonesia) tidak semuanya setuju dengan Sila-1 Pancasila, tapi mereka tetap berhak hidup di Indonesia, dan menyelenggarakan pemerintahan, mendapat hak-hak kewarganegaraan RI, sejajar dengan ummat Islam. Perlu diingat, ajaran Hindu tak hanya mengenal adanya 1 Tuhan saja, melainkan juga adanya lebih dari 1 dewa yang mereka puja. Meskipun mereka memiliki Dewa "Tuhan"  atau Brahman, mereka juga memuja dewa-dewi lainnya.
  4. Banyak sekali orang asing yang tinggal di Indonesia, mereka tidak "beriman" kepada Pancasila, namun mereka berhak tinggal di tanah air kita.
  5. Banyak orang munafik, mengaku beragama dengan Tuhan yang Esa tapi sesungguhnya mereka tak beragama. Coba saya tanya. Apakah 100% umat Kristen rajin ke gereja dan berdoa di rumah? Apakah 100% ummat Islam shalat 5 waktu? Anggap saja masing-masing hanya 60% yang taat. Berarti 40% munafik, dan mereka berhak tinggal di Indonesia.
  6. Atheism bukan faham yang berbahaya bagi manusia. Atheism tidak pernah memiliki kitab suci yang menyuruh pengikutnya untuk membunuh orang-orang yang menentang atheism. Ini tentu saja berbeda dengan Islam dan Kristen, yang katanya agama "kasih" tapi di kitab mereka ada perintah untuk membunuh orang-orang yang tak taat pada "Tuhan". Jadi, sesungguhnya atheism jauh lebih layak untuk berada di Indonesia daripada Islam dan Kristen.
  7. Banyak orang beragama yang menggunakan embel-embel agama untuk menutupi  tindakan kriminal / pidananya. Contoh: (mantan) Presiden PKS korupsi, padahal PKS partai relijius. Contoh lain: Korupsi di Departemen Agama. Mana yang lebih berhak hidup di Indonesia? Mereka atau orang atheist yang tidak kriminil?
  8. Banyak orang yang "menjual" agamanya, menjual ayat untuk keuntungan pribadi. Betapa banyak ustadz/ustadzah yang hidupnya bergelimang harta setelah tenar dan mendapat uang dari jamaahnya atau dari stasiun televisi yang menyiarkannya. Betapa banyak pendeta / misionaris beserta keluarganya yang badannya menjadi bengkak, hidup makmur cuman mengandalkan uang koleste dari jemaatnya? Mereka lebih berhak hidup di Indonesia daripada atheist yang tak memiliki sesuatu yang bisa dijual???
Pandangan saya terhadap Sila-1 Pancasila:
"Ketuhanan Yang Maha Esa" merupakan kesewenang-wenangan negara, memaksakan suatu kehendak, hingga lupa bahwa keyakinan atau ketidakyakinan itu ada dalam hati manusia, orang lain (termasuk negara) tak berhak ikut campur.

Sila-1 Pancasila harus segera diubah menjadi:
Negara menjamin kebebasan rakyatnya untuk memilih atau tidak memilih agama dan kepercayaan apapun, sepanjang pilihannya tidak mendatangkan kerugian bagi pihak lain.